Jumat, 30 Oktober 2015

Perjalanan Menuju Jerman (Aku Menyebutnya Hari "H") 20 Oktober 2014

Pagi hari tanggal 19 oktober aku bangun dengan semangat, hari itu adalah H-1 sebelum hari keberangkatanku. Semua barang-barang telah ku masukkan kedalam sebuah koper (hasil pinjaman) dan tas jinjing. Aku membawa sebuah koper berisi baju dan sebuah tas berisi mkanan, memang aku berencana untuk mengirit pengeluaran saat disana karena aku tahu beasiswa yang diberikan tidaklah banyak, sehingga permintaanku untuk ibuku tidak muluk-muluk yaitu untuk membuatkan aku beberapa makanan yang tahan lama (abon daging, dendeng, sambel goreng kentang, serundeng dll). Hari itu kuputuskan untuk menimbang berat kedua tasku itu, salah seorang teman memberi tahuku bahwa berat bagasi pada penerbangan ET*HAD tidak boleh lebih dari 30Kg, karena setiap kilogramnya akan dikenakan biaya tambahan yang pasti tidak murah. Setelah kutimbang ternyata berat total kedua barang itu adalah 28 Kg, itu masih terlalu berat untuk penerbangan domestik, kukeluarkan barang-barang yang tidak terlalu penting dan berat akhir yaitu sekitar 26 Kg, tidak ada pilihan lain. Keesokan harinya aku telah siap untuk berangkat, bersama keluargaku kita berangkat menuju Bandara Juanda, saat itu jam menunjukkan pukul 09.30 WIB, kami menghabiskan waktu dengan bercanda sambil menunggu jadwal keberangkatan. Setelah dua jam berselang, aku pamit kepada kedua orang tua tercinta, sangat terharu mendengar wejangan dan doa-doa dari beliau, saat kulangkahkan kaki memasuki area dalam bandara kulihat tangis bercamur senyum di raut wajah ibuku, "Bismillah aku berangkat" dalam hati. 


Suasana di dalam Pesawat ET*HAD
Seperti yang telah kuperkirakan sebelumnya, untuk penerbangan domestik (Cit* L*nk) aku dikenakan biaya tambahan Empat ratus lima puluh ribu untuk total kelebihan bagasi. Perjalanan udara Surabaya-Jakarta sekitar empat puluh lima menit, sampai di Bandara Sukarno-Hatta, aku langsung menuju terminal 2E. Entah apa yang aku pikirkan  lamunanku jauh melayang serasa tidak percaya dengan apa yang akan aku hadapi dan tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul Empat sore dan itu artinya Tiga puluh menit sebelum boarding room di tutup, dan payahnya adalah aku belum menemukan counter ET*HAD, setelah sempat beberapa kali menanyakan kepada petugas akhirnya aku berhasil menemukannya. Momen yang membuatku menarik nafas dalam-dalam adalah ketika aku pesawat serasa aku, aku memotret semua aktivitas didalam pesawat ini menggunakan kamera ponselku.  Sendiri, mungkin itu yang cukup menggambarkan keadaanku saat itu, didalam pesawat sebesar itu aku hanya duduk sendiri, entah apa yang membuat penumpang seat sebelahku tak kunjung datang sampai akhirnya pesawat Take Off, Hikmahnya adalah aku bisa lebih maknai perjalanan ini sebagai perjalanan spiritual. Aku benar-benar takjub dengan pemandangan sinar lembayung senja yang menyinariku dari belakang seakan mengucapkan salam perpisahan kala itu. Tepat diatas samudera Hindia (kulihat di map) kurasakan turbulensi udara untuk pertama kali, saat itu memang cuaca diluar sedang tidak bersahabat, pilot memutuskan untuk menaikkan ketinggian pesawat  sehingga lampu seat belt hidup yang membuat aku sedikit khawatir, but everything was fine. 


Boarding Room Abudhabi Int. Airport
Setelah beberapa jam perjalanan udara akhirnya aku sampai di Abu Dhabi Int. Airport, landing yang cantik untuk ukuran pesawat besar, airport yang keren dengan mall di dalamnya, serta keamanan yang juga tak kalah strict.  Setelah sempat mengelilingi dan melihat kerennya salah satu airport tersibuk di dunia ini, sampailah aku di boarding room untuk menunggu jadwal keberangkatan penerbangan berikutnya Abu Dhabi-Frankfrut. Tepat jam 01.00am waktu indonesia di jam tanganku, aku memasuki pesawat yang akan membawaku meuju Frankfurt. Perjalananku kali ini tidak sendiri, aku ditemani oleh seorang yang berprofesi sebagai dokter dari Malaysia (aku lupa namanya) yang tujuannya untuk berlibur ke Jerman. Sebelum pesawat landing, dia memberikanku beberapa potong roti isi untuk aku bawa sebagai sarapan setelah nanti sampai di Frankfurt, tentu aku tidak bisa menolaknya "Alhamdulillah, baik sekali abang ini" dalam hati. 

ET*HAD PLANE
Pesawat yang kita tumpangi landing dengan selamat di landasan pacu Frankfurt Int. Airport (pukul 07.00 Waktu Jerman). Pertama kalinya ku injakkan kaki ke salah satu negara di Eropa (read Jerman) benar-benar bagaikan mimpi. Segera kulakukan Baggage Claim dan aku langsung mencari mushola, ya dijerman kita tidak bisa menemukan Musholla seperti di Indonesia atau bahkan di Abu dhabi yang di setiap Boarding Room ada Mushollanya, Sholat dengan duduk tak jadi masalah menurutku saat itu. Satu lagi, tidak seperti di Soekarno-Hatta Int. Airport, disana tidak ada trolley gratis yang semuanya harus bayar tentu itu aku hindari selain karena tubuhku masih kuat membawa barang seberat 26 Kg ditambah 1 tas punggung namun alasan utamanya adalah untuk hemat. Hal lain yang saat itu aku khawatirkan adalah dengan isu yang menyebutkan, jika berkunjung ke Eropa dan kita memiliki nama yang berbau islam, maka kita akan dipersulit karena dicurigai salah satu jaringan teroris, namun hal tersebut tidak terbukti. Saat di imigrasi aku hanya menunjukkan dokumen-dokumen yang lengkap dan ditanya tentang tujuan datang ke Jerman, karena aku memiliki surat LoA serta tujuanku jelas, Alhamdulilllah aku dipersilahkan melalui pintu keluar yang artinya sudah resmi tiba di Jerman.  Saat itu, aku telah membuat janji dengan seorang yang berasal dari Cirebon bernama yangming yang sedang kuliah di frankfurt untuk sedikit membantuku. Awalnya aku menunggu di luar gedung bandara, namun setelah 15 menit berada di luar, aku putuskan untuk masuk kembali kedalam bandara karena yang awalnya kukira dinginnya udara paling tidak sama seperti malang ternayata aku salah, saat aku melihat perkiraan cuaca yang jelas tertuliskan 8'C. 


Pemandangan dari dalam Kereta
 Akhirnya aku bertemu dengan mas Yangming membantuku untuk menuju Stasiun (HauptBhanhof) dengan menaiki Skyline Train. Setibanya di Frankfurt Hauptbahnhof, sebelum melanjutkan perjalanan ku putuskan untuk sarapan bersama mas yangming dengan beberapa potong roti isi yang kudapat dari teman di pesawat tadi. Pukul 9.00 tepat aku berangkat menggunakan kereta ICE (kereta tercepat di Jerman) aku tinggalkan frankfurt menuju Mainz (ganti kereta IC) dan dilanjut menuju Bonn. Selama perjalanan di dalam kereta, aktivitasnya masih relatif sama yaitu melamun dan bersyukur karena masih belum percaya saat itu aku benar-benar berada di Jerman. Perjalanan kira-kira menghabiskan waktu selama empat jam, namun perjalanan saat itu tidak ada kata membosankan karena kontur alam yang berbeda dan indah sehingga aku sangat menikmati perjalanan tersebut, sempat melewati kota kecil di lereng bukit yang unik serta sungai bersih jauh dari pemandangan kotor karena sampah.

Bonn HaupthBahnhof
"WILKOMMEN IN BONN" kalau tidak salah seperti itu tulisan yang tertera di dinding Bonn Hauptbahnhof,  Alhamdulillah akhinya sampai juga di kota penuh sejarah didalamya, Bonn adalah kota yang pernah menjadi Ibukota Bundes Republik Deutschland saat Jerman masih terbagi antara Jerman Barat dan Jerman Timur, selain itu kota Bonn dikenal dengan United Nation City karena di kota ini terdapat gedung United Nation, serta dikenal juga sebagai city of Beethoven seorang musisi kelas dunia yang lahir di kota kecil nan indah ini. Aku telah ditunggu oleh dua orang baik hati yang mau membantuku selama tinggal di Jerman yaitu Pak Taufik (asal jakarta) dan Bang Afiat (dokter dan dosen FK UNPAD), keduanya merupakan PhD student yang tinggal di Bonn. Pak Taufik dan Bang Afiat menjamuku di kedai makanan Turkey dekat HauptBahnhof. Setelah menikmati makanan Turkey yang lezat dan belum pernah aku rasakan sebelumnya, pak Taufik pamit pulang (arah flat beliau tidak searah) sedangkan aku dan Bang Afiat langsung bergegas menuju ke flatnya yang terletak di dalam kampus Uniklinikum Bonn (Universitas Khusus Kesehatan) dengan menggunakan Bis dengan nomor 603. Untuk beberapa hari, Bang Afiat bersedia menampungku tinggal bersama di Flatnya.
to be continued......

Welcome Food


Minggu, 25 Oktober 2015

Persiapan Keberangkatan Program Student Exchange IGN-TTRC


Hari seakan bergulir dengan cepat, saat itu  ada tiga tugas yang harus aku kerjakan dalam satu waktu karena memang sudah kewajibanku. Pertama adalah revisi naskah skripsi, mempersiapkan dan melaksanakan tanggungan PKM (alhamdulillah tahun 2014 tim yang digawangi oleh Ajeng Maharani, Novanda Asri, aku, serta Washilul Arham berhasil masuk PIMNAS 27 dibawah bimbingan Bu evi Dosen Farmasi) dan tentu persiapan keberangkatan. Kali ini saya akan banyak bercerita tentang suka duka dalam mengumpulkan berkas persiapan keberangkatan. 


Ada beberapa berkas yang harus dilengkapi jika ingin melakukan perjalanan keluar negeri untuk pertukaran pelajar, sebenarnya tidak banyak yang harus disiapkan seperti Pasport ID, travel insurance, Letter of  Acceptance (dari konsorsium dan juga dari pihak universitas yang bersangkutan) dan tiket pesawat PP. Langkah pertama yang saya ambil adalah menghubungi Prof. Nellen sebagai ketua konsorsium IGN-TTRC untuk segera memberikan saya surat keterangan resmi diterima sebagai peserta student exchange 2014 dan juga menghubungi Dr. Sabine specht sebagai calon supervisor saya di Jerman nanti. Tidak susah untuk mengusahakan surat rekomendasi dari seorang Professor Nellen, setelah sempat beberapa kali saya email beliau langsung mengirimkan saya surat rekomedasi yang saya minta. Bukan hidup namanya jika tidak ada kesulitan dalam sebuah proses, kesulitan itu saya rasakan saat beberapa kali saya mengirimkan email permohonan LoA kepada calon supervisor saya di Jerman namun tidak ada respon. Saya selalu berkomunikasi dengan tiga orang teman lainnya yang juga mendapat kesempatan untuk ke Jerman, mereka mengutarakan bahwa sangat mudah untuk mendapat LoA dari calon supervisornya, tapi "kenapa saya sampai saat itu belum dapat? padahal kemarin sepertinya tidak seperti ini saat meminta beliau untuk bersedia menjadi supervisor" dalam hati. Saya sangat mengerti dengan kesibukan beliau, namun saya juga sangat ingin menyelesaikan alur persiapan berkas. Diposisi itu saya dituntut untuk lebih sabar, berusaha lebih intens menghubungi beliau dengan mengirimkan email di waktu-waktu yang tepat (perbedaan waktu indo-jerman sekitar 5 jam), meminta pendapat ketua konsorsium mengenai hal itu (sempat dihubungkan secara langsung), meminta bantuan pembimbing skripsi untuk menghubunginya namun masih belum ada respon dari beliau. Semua teman-teman telah mendapat LoA dan akan segara menyelesaikan pengurusan Visa di kedutaan besar Jerman Jakarta, namun saya masih belum mendapatkannya, sempat saya berfikir bahwa mungkin jika sampai deadline pengajuan pembuatan visa saya masih belum mendapatkan LoA saya putuskan untuk berusaha mengikhlaskannya. "Allah tidak akan menguji seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS-Al Baqarah:286)" Sampai suatu malam, pada saat saya sedang lembur kerjaan di lab. saya mendapatkan sebuah email dari beliau yang menyatakan kesibukannya keemarin dan menyanggupi untuk segera mengirimkan LoAnya kepada saya, saya pun sangat gembira membaca hal itu, akhirnya selang beberapa hari saya mendaptkan Officially LoA dari beliau (Alhamdulillah Allahu Akbar). Perjuangan belum selesai, selanjutnya adalah perjuangan dalam pencairan uang untuk pembelian tiket PP Jakarta-Frankfurt. Banyak orang bilang bahwa hal yang berhubungan dengan uang adalah yang paling sensitif, sebisa mungkin saya sudah mencoba dengan cara yang sehalus mungkin  untuk meminta uang pembelian tiket segera dikirim, sempat ada beberapa kali miss komunikasi namun akhirnya uang berhasil saya pegang (1000 Euro).

Sekali lagi saya bersyukur banyak memiliki dosen-dosen pembimbing yang sangat perhatian (Bu kartika, Bu Rike, Bu Yunita, dan Bu Murti) beliau banyak menyemangati dan memberi masukan dalam proses ini baik dari segi persiapan berkas ataupun persiapan materi yang akan dikerjakan di Jerman. Salah seorang dosen mengenalkan saya pada seorang travel agent yang Alhamdulillah banyak membantu saya dalam hal pengurusan tiketing, travel insurance dan juga appoinment dengan Kedutaan Besar Jerman di Jakarta. Beliau menyarankan untuk mengambil asuransi dari *CA dan beliau memilihkan jadwal penerbangan yang pas untukku menggunakan maskapai ET*HAD, total yang saya harus bayar ke beliau sebesar lima belas juta delapan ratus rupiah. Setelah sudah jelas tanggal keberangkatan dan kepulangan, travel insurance beres, Pasport ID di tangan, LoA sudah di print dan Appoinment sudah dibuat.

Tiba saatnya untuk pembuatan visa pertama, Perjalanan yang panjang serta melelahkan dari jember-Jakarta menggunakan kereta ekonomi (jangan ditanya alasan, sudah pasti alasannya cari murah) perjalanan sekitar 22 jam dan itu sendirian (eh udah biasa sendiri sih). Akhirnya tiba di jakarta, keesokan harinya segera kupersiapkan diri untuk segera bergegas dan berangkat menuju ke daerah Kuningan-Jakarta Pusat, sekitar jam 08.30 WIB kami sampai di sekitar bangunan Kedubes Jerman, dikelilingi pagar yang tinggi berwarna hijau dengan kamera pengawas disetiap sisi dan petugas keamanan yang bertugas selalu siap siaga. Ku perhatikan sekeliling sambil menunggu kurir travel agent mengantarkan beberapa berkas persyaratan yang harus kubawa sebagai persyaratan permohonan pembuatan visa. tepat jam 09.00 WIB ku ptuskan untuk memasuki area Kedubes, sebelum memasuki area kita akan diberi beberapa pertanyaan seperti "sudah buat appointment? atas nama siapa? bisa menunjukkan KTP atau ID?" setelah dipersilahkan masuk, kita diminta untuk meletakkan semua alat komunikasi dan bahan yang terbuat dari metal kedalam sebuah nampan,  diperiksa kembali menggunakan metal detector setelah dinyatakan free baru dipersilahkan memasuki gedung. Kesan pertama ketika memasuki area tersebut adalah keamanan tingkat tinggi dan lingkungan sekitar yang asri dan hijau sangat nyaman dipandang. Kumasuki ruangan di salah satu lantai dan tampak beberapa orang sedang menunggu antrian, tak banyak yang bisa kulakukan hanya karena semua alat telekomunikasi sudah diserahkan ke petugas keamanan,  akhirnya hanya terdiam memperhatikan sekeliling dan menunggu giliran untuk dipanggil. Tepat pukul 09.45 WIB (tepat seperti jadwal yang tertera pada lembar appointment) nama saya dipanggil oleh seorang petugas, langsung saja ku serahkan beberapa persyaratan pengajuan permohonan visa, namun ada selembar surat yang memang tidak diminta tetap ku lampirkan yaitu Surat Keterangan bebas biaya pembuatan Visa dari DAAD jakarta, sebelumnya info yang saya dapat jika ingin membuat visa semua biaya pembuatan visa dibebankan pada pemohon, namun saya mencoba melobi pihak DAAD jakarta agar saya mendapat visa gratis dengan mengirimkan email langsung dan akhirnya saya berhasil mendapatkan Visa gratis (Alhamdulillah). Proses permohonan tidak begitu lama sekitar 30 menit, pelayanannya sangat professional dan cepat, setelah itu petugas menyatakan untuk kembali mengambil visa terhitung sejak 14 hari setelah hari itu, saya mengajukan untuk mengambil visa di Konsulat Jendral Jerman di Surabaya ternyata hal tersebut bisa dilakukan. 14 hari telah berlalu, dengan mendatangi KonJen Jerman di  Surabaya akhirnya aku mendaptkan satu tiket penting untuk keberangkatanku yaitu VISA JERMAN pertama....... ^_^

 to be continued.......


Sabtu, 24 Oktober 2015

Student Exchange Program of IGN-TTRC (Beasiswa Pertukaran Mahasiswa ke JERMAN) 2014

Pagi itu rasanya masih ku ingat betul, saat aku sedang persiapan untuk melakukan sambutan acara Masa Ospek Mahasiswa Baru di Jurusan Biologi FMIPA UJ. Berniat untuk membunuh waktu menunggu, ku sempatkan untuk membuka email, ku baca ada sebuah email dari konsorsium IGN-TTRC yang mengumumkan akan diadakannya seleksi pertukaran pelajar ke Jerman tahun 2014, sontak hal itu memecah konsentrasiku. Setelah acara pembukaan, baru aku benar - benar menyimak persyaratan apa saja yang dibutuhkan untuk pendaftaran. Keesokan harinya aku langsung segera mengumpulkan berkas berkas yang dibutuhkan, memang pada saat itu seorang mahasiswa yang menempuh TA (semester 8) lebih banyak nganggur ketika tidak ada revisi naskah skripsi, sehingga itu adalah kesempatanku untuk memulainya. Aku berusaha menghubungi supervisorku untuk mengungkapkan keinginan mengikuti seleksi pertukaran pelajar 2014, nampaknya beliau sangat mendukung keputusanku itu (berbangga dan bersyukur memiliki supervisor seperti beliau).

Beberapa persyaratan seperti motivation letter dan research planning kupersiapkan, tentunya dengan berkonsultasi dengan supervisor skripsi, beliau menyarankan untuk menuliskan kondisi yang dihadapi di Indonesia ketika mahasiswa S1 melakukan riset, tidak lengkapnya alat maupu bahan serta mahalnya biaya yang harus dikeluarkan dijadikan sebagai alasan utama untuk menarik perhatian reviewer (Quote: ketika kita ingin berhasil dalam seleksi berkas paling tidak kita harus menyajikan cerita yang berbeda dan memiliki makna kehidupan), beliau juga menyarankan untuk segera menghubungi seorang peneliti dari Universitas di Jerman untuk memberikan dukungan dengan mengirimkan letter of acceptance untukku mengerjakan penelitianku di labnya. Selang beberapa minggu setelah aku mengirimkan email pertama (perkenalan dan mengemukakan keinginan), akhirnya aku mendapat sinyal positif dari beliau yaitu sepucuk email yang menyatakan kebersediaan beliau untuk membantuku dalam penelitian yang akan aku lakukan di lab beliau. Sangat beruntung rasanya aku saat itu memiliki supervisor yang sangat perhatian dan mendukung mahasiswanya 100%, supervisor dari jerman yang sangat welcome dan tentu kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa disetiap langkah yang aku ambil (menurutku "doa" adalah jampi paling manjur) . sebelum deadline yang telah ditetapkan aku berhasil menyelesaikan dan mengumpulkan semua persyaratan yang dibutuhkan, setengah lega dan akhirnya dengan memohon restu dari kedua orang tua serta supervisor skripsi aku mengirimkan email yang berisi semua persyaratan yangdibutuhkan untuk proses seleksi (perlu di ketahui pada saat itu nilai TOEFLku hanya 485 saja). Rasanya adalah seperti berhasil melakukan tugas yang besar penuh ketegangan, akhirnya setelah itu aku kembalikan fokusku pada skripsiku yang memang sekitar satu setengah bulan aku tinggalkan untuk ini. Hari-hariku berjalan seperti biasa pada saat itu, aku mendapatkan beberapa info jika yang berhasil menyelesaikan semua persyaratan dan mendaftar tepat waktu ada sekitar tiga puluh orang yang terdiri atas mahasiswa dan dosen dari universitas yang tergabung dalam konsorsium IGN-TTRC. Melihat dengan banyaknya kandidat yang menikuti seleksi aku mencoba untuk positif thinking bahwa tugasku adalah mencoba jika gagal itu sudah biasa (bagian dari proses) jika berhasil tentu itu bonus dan keberuntunganku dari apa yang telah aku usahakan, tentunya berdoa yang terbaik adalah satu-satunya jalan yang bisa dilakukan setelah berusaha.

Sebulan setelah ditutpnya pendaftaran, aku ingat betul saat itu adalah  malam minggu, malam dimana kami para pencari nyamuk (read Renam,Washil,Elisa, Ajeng, Novanda enam pemuda-pemudi tangguh  on TBV-RG) sedang melakukan kegiatan penangkapan nyamuk Anopheles (vektor malaria) di desa Bangsring, Banyuwangi. Malam itu kuputuskan untuk menangkap nyamuk di sekitar kandang sapi (sebagai host nyamuk) dengan tidak membawa Hand phone agar lebih fokus dan memang saat itu baterainya low (alasan utama). sekitar pukul delapan malam Novanda menghampiriku dengan raut wajah riang dan sedikit berteriak "Mirza selamat yaaaaa..." kira-kira begitu kalimat pertamanya padaku,  "selamat apa? "emang kenapa?" tanyaku padanya, "jadi berangkat ke Jerman yaaaaa" jawabnya, "ah masih belum tahu masih diseleksi, lawannya pada keren-keren" timpalku, dia menyodorkan HPnya padaku menyuruhku membaca sebuah percakapan di Group WA TBV-Bact. Research Group yang semuwanya berisi ucapan selamat kepadaku, aku masih belum sepenuhnya paham tentang apa yang menyebabkan semua member group menyelamatiku, kucari terus info awal dengan menscrol screen percakapan, kudapatkan sebuah pesan yang kira-kira seperti ini isinya "Bu Kartika: Setelah melakukan rapat intern konsorsium, telah ditetapkan empat besar yang akan berangkat ke Jerman dalam rangka mengikuti Program pertukaran Pelajar, yang salah satu nama dari daftar yang diumumkan adalah mirza, selamat ya" antara percaya atau tidak setelah membaca pesan itu. Sementara teman-teman yang lain pada mencoba menyelamatiku, aku masih belum bisa percaya ku coba untuk bersujud syukur dan benar-benar kurasakan bahwa itu adalah nyata, puji syukur alhamdulillah yang aku baca saat itu untuk mensyukurinya. Selang beberapa hari, saya mendapatkan pengumuman resmi dari ketua konsorsium IGN-TTRC Professor Wolfgang Nellen, isi emailya singkat padat dan jelas, seperti ini;


(to be cotinued......)










Jumat, 16 Oktober 2015

Selangkah Lebih Dekat Dengan JERMAN

        Semua orang sudah pasti memiliki impian untuk dapat mengunjungi negara lain, saya adalah anak muda Asal "Sumenep-Madura" yang juga mempunyai mimpi itu. Setelah lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Sumenep, saya memang merencanakan untuk kuliah di Universitas Negeri karena selain lebih murah dari segi biaya, saya juga ingin mendapat kesempatan untuk pertukaran pelajar. Jujur, menjadi seorang Mahasiswa Jurusan BIOLOGI-FMIPA adalah bukan impian saya, namun saya mencoba selalu berpikir positif, dengan begitu saya bisa lebih ikhlas dalam menjalani kehidupan sebagai mahasiswa MIPA dengan seabrek praktikum, tugas, laporan, ujian, pre test, itu semua sudah menjadi bagian dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam benak, saya masih mempunyai mimpi yang terlalu tinggi untuk seorang "saya", jadi saat itu saya jalani saja apa yang menjadi tugas saya. Semester satu dan dua merupakan semester penyesuaian diri dengan lingkungan, saat itu saya sangat ingin untuk meningkatkan kemampuan bahasa inggris saya. Bahasa inggris,,,, yap, Bahasa Inggris merupakan satu point penting yang saya tidak sadari bahkan saya lewatkan saat saya duduk di bangku SD, SMP bahkan sampai SMA. Seorang yang mungkin hanya bisa bermimpi untuk mendapat kesempatan ke luar negeri dengan Bahasa inggris yang "pas-pasan". Pertengahan semester dua saya putuskan untuk mengikuti kegiatan Biology English Club (BEC), ternyata bahasa inggris sangat menarik untuk dipelajari dan itu merupakan awal saya untuk mencoba kembali merajut mimpi. Setiap tahun diawal semester ganjil ternyata BEC memiliki program seleksi mahasiswa yang ingin mengikuti Student Courses, saat itu Jurusan Biologi UNEJ bekerjasama dengan 6 universitas di Indonesia (IPB, UB, UNAND, UNMUL, UNSRAT, UNAIR) dan 1 universitas dari Jerman (Kassel University) dengan membentuk konsorsium Indonesian German Network Teaching Training and Research Collaboration (IGN-TTRC) yang didanai oleh DAAD (pemberi beasiswa dari Jerman). Tahun pertama (pada saat saya semester dua) diadakan seleksi program tersebut, saya tertarik dan saya mencoba untuk mendaftarkan diri namun saya sangat sadar akan kemampuan saya sehingga pada saat itu saya gagal dan dua orang terpilih (kakak angkatan) satu orang di UB dan lainnya di kirim ke UNAND untuk mengikuti program tersebut. Tentu saya juga ingin mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan tersebut, saya putuskan untuk meningkatkan kemampuan saya dan mencobanya kembali di tahun depan. Sesi wawancara di lakukan oleh Representatif Konsorsium untuk UNEJ Dr.rer.nat. Kartika Senjarini, Akhirnya pada tahun itu saya berhasil terpilih untuk mewakili mahasiswa UNEJ mengikuti program kursus tentang "DNA BARCODING" di UNAND, PADANG. Perasaan senang, bangga, haru, bingung, takut semua seakan bercampur menjadi satu.
           Pengalaman pertama mengikuti event internasional, bertemu dan berinteraksi langsung dengan peneliti dari Jerman, bertemu dengan banyak mahasiswa keren dari beberapa Universitas, pengalaman pertama menginjakkan kaki di pulau Sumatera (read Padang), dan tentu pengalaman pertama juga naik pesawat (sebelumnya cuma bisa mimpi) yang intinya adalah semuwa pengalaman yang didapat sangatlah berharga tanpa harus mengeluarkan biaya sendiri (Full funded). Pengalaman yang susah dilupakan pada tahun 2012, dan memacu saya untuk lebih semangat dalam menggapai mimpi.
        Saya selalu mencoba untuk aktif dalam mengikuti semua kegiatan yang diadakan IGN-TTRC seperti International Conference di UNAIR surabaya sebagi regional committee, selain itu saya juga mulai berani untuk mencoba mendaftar program pertukaran pelajar ke Jerman. Bukan hanya kegiatan yang diadakan IGN-TTRC saja, tapi saya juga selalu mencoba semua program pertukaran pelajar yang diadakan oleh pihak-pihak berbeda seperti program Jennesys 2.0 (short courses) yang diadakan oleh pemerintah Jepang, program summer courses di Gyeongsang National University yang danai oleh NIIED (pemerintah Korea Selatan). Sayang seribu sayang semua aplikasi yang saya kirimkan belum memberikan hasil positif, namun saya tak ada kata menyerah untuk itu "mencoba" adalah kata yang tepat dari pada hanya "menonton". Tahun 2013 akhir saya putuskan untuk membuat Pasport ID alasan saya membuat pasport karena setiap aplikasi selalu diminta informasi mengenai pasport (jika ada), alasan lain yang saya kemukakan kepada kedua orang tua adalah agar saya semakin termotivasi untuk lebih giat lagi untuk mencari beasiswa pertukaran pelajar luar negeri. Padaproses pembuatan visa saya sedikit mengarang cerita indah kepada petugas, bahwa saya akan berangkat ke Jepang untuk pertukaran pelajar (maaf pak... sebenarnya saya itu sambil berdoa pak :D ).Telah banyak aplikasi yang saya kirimkan, namun saya masih belum bisa mewujudkan impian itu, saya sadar sepenuhnya bahwa seberapa keras anda berusaha jika Tuhan masih belum menghendaki maka hal itu tidak akan terjadi. Kadang saya berfikir mungkin memang bukan jalan saya untuk dapat pergi ke luar negeri saat ini dan sampailah saya di akhir masa kuliah saya untuk lebih fokus pada Tugas Akhir (skripsi).
to be continued......